Selasa, 20 Oktober 2015

Sepucuk Surat Pengabdian


Agustus lagi! Ini bulan Agustus ke dua yang aku lalui di tanah Flores. Ya! Bulan ketika aku menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Manggarai, sekaligus bulan ketika aku harus meninggalkannya. Bulan ketika aku memulai pengabdianku, sekaligus bulan ketika aku harus mengakhirinya. Bulan dimana aku bertemu dengan keluarga baru, sekaligus bulan dimana aku harus berpisah dengan mereka. Ah..sudah satu tahun rupanya! Rumput telah mengering, bukit-bukit kembali gersang, pohon kemiri telah berbuah, kopi dan cengkeh siap dipanen. Pemandangan ini sama seperti yang aku lihat satu tahun lalu. Hawa dingin yang aku rasakan pun sama seperti saat pertama kali aku datang. Satu tahun pengabdian akan selesai. Satu tahun kebersamaan akan berakhir. Satu tahun tahap kehidupan akan menjadi kenangan. Apakah aku sudah berbuat baik? Apakah aku sudah bermanfaat?
Aku sangat bersyukur, aku beruntung bisa merasakan hidup di tengah masyarakat Manggarai. Masyarakat yang begitu ramah, dengan adat budaya yang menawan, dan dilengkapi pemandangan alam yang begitu indah. Barangkali tempatku mengabdi adalah surganya Indonesia! Ya, aku merasakan surga budaya Indonesia. Aku merasakan surga alam Indonesia. Namun, aku tidak merasakan surga pendidikan disini. Sayang sekali.
Aku mengabdi di sebuah SMA. SMA negeri memang! Jangan dibayangkan ini seperti SMA di Jawa, jangan dibayangkan ini seperti SMA dalam sinetron. SMA dengan bangunan cantik di pusat kota, dengan akses jalan yang mudah, dengan fasilitas yang lengkap, dengan alat laboratorium canggih, dengan perpustakaan yang mengoleksi berbagai macam buku, dengan ini, dengan itu, dengan bla bla bla! Bukan, bukan yang seperti itu. Sekolah tempat aku mengabdi kebalikan dari itu semua. Kami bersekolah dengan segala keterbatasan. Kami belajar di dalam gedung yang sangat sederhana, atau mungkin tidak pantas disebut gedung. Hanya sebuah bangunan yang sangat sederhana. Memang sekolah ini sudah ada sejak tiga tahun yang lalu, tapi belum memiliki gedung sekolah. Kami belajar di sebuah bangunan bekas Sekolah Dasar. Kami masih menumpang di sana. Di sebuah bangunan beralas semen, berdinding kayu, beratap seng, tanpa daun pintu dan daun jendela, sehingga angin leluasa masuk dan keluar sesukanya. Bangunan yang dilengkapi dengan bangku kayu yang jika diduduki bergoyang kesana kemari -seringkali kegiatan belajar terganggu karena banyaknya bangku yang rusak sehingga anak-anak harus kerja memperbaikinya, dan sebuah papan hitam yang jika ditulisi menghasilkan debu-debu halus berwarna putih. Bangunan yang di depannya berkibar bendera merah putih lusuh dengan bambu sebagai tiangnya. Bangunan yang dibelakangnya kebun sebagai tempat sapi mencari makan. Bangunan tanpa laboratorium, tanpa perpustakaan, tanpa ruang UKS, tanpa ruang BK, tanpa kantin, dan tanpa toilet yang layak. Bangunan di perbukitan yang harus ditempuh anak-anak dengan berjalan kaki melewati sungai dan bebatuan -terkadang mereka harus berjalan sambil membawa jerigen berisi air untuk disimpan di toilet karena di sana tidak ada air. Bangunan itulah yang menjadi tempat kami belajar. Bangunan itulah yang menjadi saksi pengabdianku. Bangunan itulah yang melihat semangat anak-anak menimba ilmu.
Anak-anak didikku, mungkin sama dengan anak-anak SMA pada umumnya. Anak-anak muda yang penuh impian, ceria dan semangat. Yaa… walaupun ada beberapa anak yang nakal, malas, dan sering bolos sekolah karena mete -begadang dalam bahasa Manggarai- di pesta -masyarakat Manggarai memang suka sekali mengadakan pesta, entah itu pesta sekolah, pesta sambut baru, pesta nikah, dan pesta-pesta yang lain. Anak-anak didikku bersekolah dengan seadanya. Mulai dari baju seadanya -beberapa anak memakai seragam sekolah bekas seragam kerabatnya yang bertuliskan nama sekolah lain. Sepatu seadanya -sepatu mereka berwarna-warni, sepatu paling tren adalah sepatu kombinasi warna hijau, merah, kuning yang mereka sebut rasta, ada juga beberapa dari mereka yang memakai sandal jepit ke sekolah dengan alasan tidak ada sepatu di rumah. Buku seadanya -buku mereka adalah buku yang dibeli di pasar Kamis, berupa buku tulis tipis dengan kertas agak buram bergambar artis yang sedang naik daun. Mereka bersekolah dengan seadanya, tapi yang aku tahu, mereka memiliki impian yang besar, mereka memiliki cita-cita yang tinggi, mereka memiliki semangat untuk maju. Dan sebagian besar dari mereka memiliki keinginan untuk melanjutkan kuliah. “Ibu nanti setelah lulus, saya akan pergi ke Jawa untuk kuliah, nanti kita bertemu di Jawa ya Ibu”, begitu perkataan salah seorang anak didikku suatu hari. Aku terharu mendengarnya, “Ya semoga impianmu tercapai, berusaha dari sekarang ya, Nak”.
Satu tahun pengabdian ku akan berakhir. Dalam hitungan hari aku akan meninggalkan bangunan sekolah itu. Aku akan meninggalkan anak-anak didik ku. Aku akan pulang ke tanah Jawa. Tidak akan ada lagi perjalanan berbatu menuju sekolah. Tidak akan ada lagi belajar beralaskan semen. Tidak akan ada lagi suara ranting yang berjatuhan di atap seng. Tidak akan ada lagi belajar di bangunan tanpa daun pintu dan jendela. Tidak akan ada lagi belajar di bangku reot. Tidak akan ada lagi belajar ditemani sapi yang mencari makan. Tidak akan ada lagi tiang bendera dari bambu. Tidak akan ada lagi anak-anak bolos sekolah karena mete di pesta. Tidak akan ada lagi anak-anak ke sekolah membawa jerigen berisi air. Tidak akan ada lagi buku tulis tipis agak buram bergambar artis. Barangkali semua itu tidak akan aku temui di tanah Jawa.  
Pengalaman, kenangan dan cerita indah ini akan aku bungkus rapi dan akan aku bawa pulang. Serta akan ku tinggalkan sepucuk surat untuk anak-anak didikku.
Selamat tinggal anak-anakku, jangan bersedih, jangan menangis.
Gapailah impianmu, gapailah cita-citamu.
Jangan pernah lelah, jangan pernah menyerah.
Tetaplah semangat belajar, tetaplah semangat menimba ilmu.
Ingatlah, masa depan Manggarai ini ada di tangan kalian.
Ingatlah, masa depan bangsa ini ada di pundak kalian.
Semoga Tuhan memperkenankan kita untuk berjumpa kembali pada keadaan yang jauh lebih baik.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

wehehheheheee ibu guru ng blog juga to??